KKL Ke Bali-Lombok: Mengenal Adat Suku Sasak
By Psikologi Universitas Muria Kudus - Senin, 08 Agustus 2011
UMK- 36 mahasiswa psikologi Angkatan 2009 pada Tanggal 10 – 16 Juli mengikuti Kuliah Lapangan di Lombak (NTB) dan Bali. Kelompok Psikologi Sosial melakukan pengamatan dan wawancara di Suku Sasak, Kelompok Psikologi Klinis mengadakan pengamatan dan wawancara di RSJ Provinsi Bali dan kelompok Psikologi Industri di Pabrik Kaos Krisna.
Tujuan KKL ini adalah mengenalkan mahasiswa secara aplikasi ilmu psikologi yang dipelajari di kampus. Liputan kelompok Psikologi social di Suku Sasak, Indonesia terkenal dengan budaya dan sukunya yang beraneka ragam. Seiring perkembangan dan kemajuan zaman, banyak budaya yang mengalami perubahan dan pergeseran dari bentuk semula dalam suatu daerah khususnya bentuk bangunan rumah adat. Di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat kita dapat menjumpainya. Di sana terdapat sekumpulan suku Sasak yang mempertahankan rumah adat mereka.
Rasa penasaran di hati kami telah terjawab ketika melihat keaslian bentuk rumah adat Sasak secara langsung dalam Kunjungan Kuliah Lapangan (KKL) Fakultas Psikologi Universitas Muria Kudus, Senin (11/07). Rumah berjejer dengan atap jerami terlihat asri dan tenang, seolah berada dalam masa purbakala penuh kedamaian.
Kordak Selage, sebagai pemangku adat suku Sasak Desa Sade menjelaskan komunitas Sasak diperkirakan telah ada sejak zaman prasejarah, dengan bukti fisik adanya makam nenek moyang yang menghadap ke timur, barat, dan utara. Walaupun banyak yang mengatakan nenek moyang bukan dari Jawa, namun banyak kemiripan dengan Jawa, baik dalam upacara adat atau penggunaan bahasa. Desa Sade merupakan salah satu dari Dusun Rempitan yang ada 15 dusun Rempitan satu, Rempitan dua, Rempitan Rembuk dan sebagainya. Yang masih dipertahankan mereka sebagai bentuk kekhasan Sasak yaitu rumah adatnya (Bale Gunung Rapih) yang atapnya terbuat dari jerami atau ilalang dan berdinding anyaman bambu (bedek), dengan lantai terbuat dari tanah liat yang dicampur kotoran kerbau dan abu jerami yang membuat lantai tanah mengeras, sekeras semen. Seluruh bahan bangunan (seperti kayu dan bambu) untuk membuat rumah adat Sasak didapatkan dari lingkungan sekitar mereka, bahkan untuk menyambung bagian-bagian kayu tersebut, mereka menggunakan paku yang terbuat dari bambu. Rumah adat suku Sasak hanya memiliki satu pintu berukuran sempit dan rendah, tidak memiliki jendela.
Sade berasal dari kata sade usada berarti obat dari kalimasada, lima perilaku yang bisa mengobati hati agar tenang yaitu: syukur kepada Tuhan, sabar menghadapi masalah, rendah hati (tawadhu’), senang menerima pemberian Tuhan (qonaah), dan kasih sayang terhadap sesama. Secara umum Sade digunakan nenek moyang berpindah dari tempat ramai ke tempat yang sunyi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan pedoman kalimasada ini mereka mempertahankan rumah adatnya dengan hidup sederhana untuk menjaga kesinambungan atau keberlangsungan mereka.
Tidak hanya rumah adat yang berharmoni dengan alam tetapi perilaku dalam membuat tenun juga merupakan hal yang dilakukan oleh Suku Sasak ini, mereka menenun sendiri dari kapas atau benang dengan tidak menggunakan bahan kimia atau alat modern.
Pelajaran yang sangat berarti dan menggugah hati para mahasiswa untuk hidup sederhana, apa adanya dan menjaga alam. (Anik/Info Muria)
Follow our blog on Twitter, become a fan on Facebook. Stay updated via RSS